Minggu, 09 Januari 2011

Penyebab Jatuhnya Wibawa

Penyebab Jatuhnya Wibawa
Dialah Alloh ‘Azza wa jalla, Dzat Maha
pemberi karunia yang agung, yang
menjadikan kita makhluk-makhluk-Nya, bias
menjalalani hidup ini dengan
sebaik-baiknya, karunia wibawa adalah
salah satu diantaranya. Wibawa adalah
sebuah kata yang dapat menunjukan
tingkat kekuatan dalam seseorang yang
akan
sangat menunjang dalam efektifitasnya
menyampaikan pesan, mempengaruhi,
mengajak, merubah, menggugah,
memerintah, bahkan mengarahkan orang
lain
dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Karenanya, potensi ini sangat penting untuk
dimiliki oleh setiap muslim,
karena ia memiliki kewajiban untuk
dakwah. Apalagi bagi muslim yang
diamanati memimpin atau mengelola
organisasi dalam skala apapun jua. Hanya
saja, tidak usah repot-repot merekayasa diri
agar tampak berwibawa, apalagi
dengan aneka rekayasa penampilan, gaya,
gerak-gerik, tingkah laku, tutur
kata atau asesoris luar lainnya.
Memang benar semua itu akan sempat
mengangkat kita, tetapi sesaat kemudian
akan kita akan terbanting lumpuh ketika
modal yang sebenarnya terbuka dan
ketahuilah bahwa keshalehan dan ketaatan
kita kepada Allah ‘Azza wa jalla
dengan sungguh-sungguh dan tulus,
dengan sendirinya akan membawa wibawa.
Sebagaimana Firman Alloh dalam .Surat Al-
Hujurat ayat 13 yang artinya
Sesungguhnya orang yang berwibawa
(mulia) disisi Alloh adalah orang yang
paling bertaqwa.
Yang sangat penting adalah bagaimana
agar kita dapat selalu menjaga diri
sehingga wibawa yang sudah ada tidak
terpupus habis akibat kelalaian kita
sendiri. Tiada lain, karena kesungguhan
menjaga diri pun sesungguhnya sudah
mejadi sarana dalam meningkatkan
kewibawaan. Alloh telah sungguh
menciptakan
kita dengan potensi wibawa.
(sesungguhnya kami menciptakan manusia
dalam
bentuk yang sebaik-baiknya” At-Tin ayat 4.
termasuk telah menciptakan
potensi sehingga kita dihormati oleh
sesama manusia, tinggal bagaimana kita
menjaganya.
Adapun faktor yang membuat seseorang
berwibawa dan prosentase pengaruhnya
terhadap kepemimpinan adalah sebagai
berikut :
1. kedudukan,pangkat, jabatan, kekuasaan,
kekutan, gelar, penampilan, dan
sejenisnya dengan prosentase sebesar 10 %
sebagai penyumbang tingkat
kewibawaan seseorang.
2. sebagai penyumbang tingkat
kewibawaan seseorang sebanyak 20 %
berikutnya
adalah keluasan dan kedalam ilmu, dan
porsi terbesar penyumbang tingkat
kewibawaan seseorang ternyata adalah
profesionalisme dan personality (mutu
kepribadian) atau akhlak dalam pemahaman
yang menyeluruh dengan prosentase
sebesar 50 %.
Sedangkan penyebab jatuhnya wibawa
sebagai berikut :
1. Terbukanya ‘aib dan kekurangan diri.
Diketahui atau terbeberkannya berbagai ‘aib
dan dosa serta kesalahan masa
lalu atau tersingkapnya semua kekurangan
dan kebodohan kita dalam bidang
keilmuan, kekurangan dalam bidang
keterampilan atau keahlian, banyak hutang
dalam bidang perekonomian, hal-hal seperti
akan membuat kredibilitas kita
merosot dan akibatnya wibawa pun akan
berkurang. Adapun cara mengatasinya,
jikalau perbuatan dosa kepada Alloh
bertobatlah dengan sungguh-sungguh dan
berjuanglah untuk mejaga diri dari
perbuatan dosa dan maksiat sekecil apapun
pastilah, Alloh yang Maha melihat tidak akan
meyia-nyiakan atau
mempermalukan hambanya yang bertaubat
dengan tulus.
Sedangkan jika berkaitan dengan dosa
kepada manusia bersegeralah untuk
mengakui, beranikan unutk miminta maaf
jangan sungkan dan malu apalagi
gengsi. Meminta maaf hanya berat pada
awalnya saja. Berusahalah untuk
bertanggungjawab penuh seberat apapun
resiko yang harus dipikul unutk
mengembalikan dan memenuhi hak-haknya
yang terambil oleh kita. Percayalah,
kesungguhan kita untuk mengakui meminta
maaf, dan bertanggungjawab serta
kegigihan kita merubah dan memperbaiki
diri terus-menerus dengan tulus
ikhlas, insya Alloh kepercayaan akan pulih
kembali sekalipun memang
membutuhkan waktu dan proses yang lama.
Namun, ketahuilah bahwa Alloh sangat
meyukai orang yang penuh tanggungjawab
begitupun manusia lainnya yang akan
mudah bersimpati, dan melupakan masa
lalu.
Jika berkaitan dengan kekurangan ilmu,
keterampilan, keahlian, atau dililit
hutang, jangan membuat kita jadi tertekan
malu serta berusaha menutup-nutupi
dengan aneka alasan, apalagi berbuat so
tahu. Jadi lebih baik dan lega.
Andai kita berani mengakui dengan tulus
kekurangan kita serta berusaha keras
unutk memperbaiki mengejar kekurangan
ini dengan perencanaan yang baik dan
sungguh-sungguh.
Yakinilah bahwa orang itu sangat
menghargai keterbukaan kejujuran yng
tulus
daripada tipu daya dan aneka rekayasa
topeng yang pasti akan terbongkar.
Camkan pula, membeberkan aib dan
kekurangan diri sendiri yang selama ini
ditutup-tutupi Alloh adalah perbuatan yang
terlarang. Keterbukaan kita harus
proporsional dan membawa manfaat.
2. Seringnya membuat kesalahan dalam
aneka bentuk
orang akan lebih mudah memaklumi ketika
seseorang berbuat kesalahan untuk
pertama kali, tapi akan menjadi lain ketika
kesalahan yang sama terjadi
unutk kedua kalinya. Simpati pun akan sirna
ketika terulang kembali bahkan
akan tampak sangat menyebalkan jikalau
terus-menerus terjadi tanpa ada
perbaikan. Biasanya semua itu terjadi akibat
kemalasan, kelalaian, tidak
hati-hati atau ceroboh atau kurang
keseiusan atau kesungguhan dalam
melaksanakan tugas yang
diembankan..berrhati-hatilah, lakukanlah
segala
sesuatu dengan perencanaan yang baik,
persiapan yang matang selalu adkan cek
dan cek ulang, lalu laksanakan dengan
penuh kesungguhan serta lakukanlah
yang terbaik dari apa yang kita lakukan.
Jangan lupa pula untuk senantiasa menjaga
niat di hati, karena Alloh tidk
menerima semua amal ibadah kecuali yang
dilaksanakan dengan ikhlas. Sungguh,
Alloh Maha tahu segala isi hati. Jangan
pernah malas, berusahalah agar
tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Jangan pula membuat kesalahan yang
tidak perlu, namun kalaupun tetap terjadi
kesalahan di luar kemampuan kita,
jangan segan untuk mengakuinya dan tetap
nikmatilah. Kehormatan kita adalah
menjadi orang yang hidup penuh tanggung
jawab.
3. Lisan tidak terjaga
a. NATO (No Action Talk Only)
Siapa saja yang terlalu banyak bicara,
apalagi berbicara yang hebat-hebat
dan muluk-muluk tapi dalam kenyataan
pribadi dan perilakunya sangat jauh dan
tidak sebanding dengan perkataannya,
maka inilah bumerang yang paling
efektif utnuk menjatuhkan wibawa
seseorang. Ketahuilah, orang lain tidak
hanya punya telinga saja melainkan mereka
pun memiliki mata, pikiran,
perasaan, penilaian,dan perhitungan yang
turut mengamati kecocokan antara
kita dan perilaku kita. Rasulullah SAW dalam
hal ini bersabda, “Awal dari
kebahagiaan adalah menjaga lisan.”
Oleh karena itu, pastikan bahwa setiap kita
berkata, harus terkendali dengan
baik, efektif sesuai dengan kebutuhan,
sesuai dengan kenyataan tanpa harus
berlebihan atau mendramatisir, ataupun
mengurangi, sehingga menjadi kaku
tanpa makna. Berkatalah dengan tulus,
sederhana, mudah diganti dan mudah
dipahami. Ingatlah kata-kata terbaik adalah
perilaku dan perbuatan baik
kita. Karenanya, kata-kata yang
mengandung kekutan besar adalah kata-
kata
yang lahir dari lubuk hati yang paling dalam,
dari hati yangbersih dan tulus
buah dari pengalaman hidupnya. Akarnya
ada pada kedewasaan dan kematangan
pribadi, nilai yang ikhlas, hati yang bersih,
dan kerendahan hati.
b. terlalu banyak bergurau
bercanda dan bergurau adalah karunia Alloh
yang membuat suasana menjadi
segar dan ceria, menjadi variasi aktivitas
kehidupan agar tidak jemu dan
membosankan. Rasulullah SAW
melakukannya dan begitu pula dengan para
sahabat
beliau, namun tentu saja dalam batas-batas
yang terjaga dan penuh
kehormatan. Tapi bagi orang yang tidak
hati-hati atau berselera rendah akan
sangat mudah untuk bergurau secara
berlebihan sehingga menjadi tidak lagi
kebaikan di dalamnya. Lebih celaka lagi
andaikata isi gurauannya sudah
menjurus kepada ghibah, kebohongan,
penghinaan, pelecehan, merendahkan(tanpa
disadari) atau kata-kata kotor yang tidak
sesuai dengan etika Islam, vulgar
(yang bisa memerahkan telinga dan
membuat malu orang-orang yang berusaha
memelihara diri) Semata-mata dilakukan
unutk memancing gelak tawa,
ketahuialah hampir dapat dipastikan
wibawanya akan jatuh, orang akan semakin
tidak hormat dan mereka akn menganggap
kita sebagai badut yang hanya layak
sebagai bahan tawaan belaka, naudzubillah.
Oleh karena itu, andaikan sedang bercanda
kendalikan diri sebaik-baiknya dan
jangan terpancing oleh kenikmatan tertawa.
Jangan pula sekali-kali bercanda
dengan meremehkan siapapun dengan
gurauan yang idak senonoh. Usahkan
gurauan kita penuh hikmah, bermutu, dan
dapat mengingatkan kepada Alloh
serta menambh ketaatan kepada-nya
c. sering berkata keras, kasar dan keji.
Setiap kata-kata yang kasar dan keji serta
disampaikan dengan nada keras dan
ketus hanya akan dapat melukai hati,
pendengarnya dan akan menimbulkan
kebencian serta mengobarkan kedendaman.
Tidak akan ada kesetiaan, ketaatan
dan penghormatan yang tulus bagi yang
hatinya selalu dilukai. Rasulullah SAW
adalah pimpinan puncak yang tidak
tertandingi oleh siapapun, namun beliau
tetap berlemah lembut dalam bertutur kata.
Itulah yang menyebabkan hati
umatnya ‘luluh’ terbeli untuk taat dan setia
kepadanya dan kepada kebenaran
yang disampaikannya. Oleh karena itu,
rabalah perasaan orang-orang yang
mendengar ucapan kita, kemaslah kata-kata
kita dengan kemasan yang lembut,
sopan, serta jauh dari apapun yang dapat
melukai hati atau yang dapat
menyusahkan perasaan, niscaya akan lebih
mudah dipahami dan diikuti dengan
senang hati. Sungguh dari pribadi kitalah
tersemburatnyawibawa kita ini,
tidak dari yang lain. Pribadi yang cemerlang,
akhlak yang mulia, lisan yang
terjaga, akan memancarkan cahaya
kepribadian yang takkan ada putus-
putusnya.
Tentu saja sepanjang ia istiqomah menjaga
kepribadiannya itu. Adapun
penyebab wibawa akibat tidak terjaganya
lisan yang lain adalah sebagai
berikut ;
d. sering mengobral janji yang tidak ditepati
dan sering bersumpah palsu.
Kita bisa lihat sendiri di lingkungan sekitar
kita, ada dua orang yang
sangat ringan dalam menjanjikan sesuatu
dengan bersumpah, semudah apa yang
terlintas di hatinya tanpa disertai upaya
untuk menepatinya dengan baik.
Ketahuilah bagi orang yang dibei janji, ia
akan selalu mengingat dan sulit
melupakan serta senantiasa menanti-nanti.
Pepatah mengatakan ‘menunggu itu
menjemukan’.
Padahal semakin kita menunggu semakin
janji kita tidak ditepati akan semakin
menggumpal kekecewaan, akan semakin
menggunung kemarahan, kebencian dan
akhirnya masuklah si ingkar janji dalam
daftar “para penipu”. Jadilah ia
orang yang tidak layak dipercaya lagi di
hatinya. Berhati-hatilah dalam
menjanjikan sesuatu, perhitungkan masak-
masak segala kemampuan dan
konsekuensinya. Catatlah dengan disaksikan
saksi yang dapat dipercaya dan
bersungguh-sungguh untuk menepatinya.
Tidak akan pernah rugi pagi para
penepati janji. Wajib diingat pula bahwa
janji adalah hutang yang akan
terbawa sampai mati.
e . berdusta atau terbukti berbohong
Setiap kebohongan atau dusta yang terucap,
tampak sepertinya akan membantu
menyelamatkan, yang sesungguhnya justru
kita sedang membuat penjara dan
mengikat rantai untuk membelenggu diri
sendiri, berarti pula kita sedang
menghancurkan kepercayaan serta
kredibilitas diri. Semua itu amatlah tidak
ternilai harganya. Alloh SWT dengan tegas
mengingatkan kita dal m
firman-Nya “Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kamu kepada Alloh dan
berkatalah dengan perkataan yang
benar. ” (Al-Baqarah ayat 263 )
Sungguh anadaikata orang sudah tidak
menghargai lagi perkataan kita,
mencurigai janji-janji kita dan sangat
meragukan sumpah kita, maka kita
sudah tidak memiliki modal lagi. Untuk itu,
pastikan setiap perkataan kita
terjamin kebenarannya, sehingga siapapun
yang mendengarkan ucapan kita
merasa mantap tidak pernah ragu untuk
meyakininya.
By AAGym

Tidak ada komentar:

Posting Komentar